Kajian Umum Sabtu Shubuh Masjid Baitussalam The Green, BSD City pada pekan yang lalu membahas tentang Bahagia itu Sederhana. Kajian dibawakan oleh Ustadz Weemar Aditya. Berikut ini cuplikan ulasan dalam Kajian Umum tersebut.
Di sini, saya sedikit berbagi tentang bahagia itu sederhana sebetulnya. Perbedaan manusia dengan ciptaan selain manusia adalah, bahwa manusia mempunyai pilihan dalam hidupnya, sedangkan makhluk lainnya tidak.
Manusia akan bahagia jika ia mengikuti fitrahnya. Pada saat kita beribadah, maka kita mengikuti semua kehendak Allah, peraturan dari Allah, yang mana ada tiga (3) peraturan: Hablum Minallah yaitu urusan manusia dengan Allah, Hablum Minafsih yaitu urusan kita dengan diri sendiri, dan Hablum Minannas yaitu urusan kita dengan orang lain.
Jika ketiga hal tersebut dilakukan, maka InsyaAllah kalimat berikutnya ini akan terjadi, yaitu Allah berkehendak untuk menjadikan manusia sebagai Khalifah di muka bumi, penjaga bumi, pengaturnya bumi. Dengan ibadah yang mereka jalankan melalui ajaran Islam yang Allah turunkan, maka bumi ini akan menjadi rahmat bagi seluruh alam.
Tetapi, pada saat ini manusia malahan menjadi penyebab rusaknya bumi. jika saja manusia tidak ada, maka bumi ini tidak akan menjadi rusak. Oleh karena itu, Allah telah memperingatkan kita agar jangan sampai kita sebagai manusia tidak sesuai dengan fitrah, karena jika kita menjauhi fitrah kita, maka kerusakan yang akan terjadi.
Allah menyatakan, jika Indonesia ini ingin diberkahi, maka syaratnya adalah kita harus beriman dan bertaqwa. Sehingga, jika kita ingin bahagia, lakukanlah setiap upaya sesuai dengan yang Allah kehendaki.
Selanjutnya, Allah menjadikan Islam melalui Rasul-Nya untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam. Inilah caranya menjadi bahagia, sehingga kita tidak bisa menjadi bahagia secara sendirian.
Berbicara tentang kebahagiaan, adalah tentang bagaimana kita menerapkan ajaran Islam dalam diri kita dan menyebarkan Islam agar semakin banyak orang akan kembali kepada fitrahnya, supaya kita tidak masuk ke dalam kesengsaraan yang diciptakan sendiri.
Allah itu menciptakan hidup dan mati kita untuk melihat siapa yang paling baik amalnya. Allah berikan dalam kehidupan setiap orang dengan masalah, dan masalah tiap orang unik-unik. Tidak bisa ada seseorang yang menyatakan bahwa masalah saya lebih berat daripada masalahmu. Takaran masalah setiap orang itu berbeda-beda.
Oleh karena itu, jika hidup kita mengalami ujian maka berdoalah kepada Allah, Ya Allah sanggupkanlah hamba untuk mampu melewati masalah ini. Tetapi, jika seseorang malah mempertanyakan kenapa ia diuji, maka ia tidak memahami bahwa dunia ini adalah tempatnya ujian. Satu-satunya cara agar kita tidak diuji di dunia adalah dengan meninggalkan dunia ini. Oleh karena itu, kita harus menjadi ikhlas.
Jika kita diuji, maka dalam ayat lainnya dinyatakan bahwa Allah tidak mungkin menguji hamba-Nya di luar kemampuan hamba tersebut. Jika seseorang mendapatkan ujian berat, apakah ia menjadi stress atau senang? Seharusnya ia malahan menjadi senang, karena ia menyadari bahwa ternyata ia mampu menghadapi ujian berat itu. Inilah soal persepsi melihat ujian, sehingga kita bisa ikhlas atau tidak dalam menjalani ujian.
Dengan kita mengaji, maka kita akan memiliki persepsi baru yang dibangun di atas kehidupan kita untuk menjadi ikhlas dalam menjalani kehidupan.
Imam Syafi’i berpesan, bahwa jika kalian tidak sanggup menahan lelahnya belajar, maka kalian harus sanggup menerima perihnya kebodohan. Oleh karena itu, untuk menjadi bahagia adalah dengan terus belajar menjalankan perintah Allah dan kembali menjadi manusia yang fitrah.